Continuity and consistency jika diterjemahkan menjadi kontinyuitas dan konsistensi yang dalam komunikasi bermakna bahwa pesan/berita seharusnya berlangsung terus, berkesinambungan dan tidak saling bertentangan. Pesan yang berlangsugn terus artinya pesan tidak terputus-putus dan berlangsung konstan. Inti pesan yang disampaikan oleh komunikator ke komunikan tidak berubah-ubah/tetap. Jika pesan yang disampaikan inkonsisten atau berubah-rubah maka komunikan juga akan gagal menangkap pesan yang disampaikan komunikator.
Agar pesan yang disampaikan komunikator kepada komunikan berlangsung kontinyu dan konsisten, perlu diperhatikan beberapa hal berikut.
Pertama, pesan yang disampaikan komunikator kepada komunikan hendaknya tidak terpotong dan utuh. Pesan yang terpotong, misalnya kalimat yang tidak sempurna bisa mengakibatkan kebingunan komunikan. Misalnya, “Tolong ambilkan.” Kalimat ini tidak lengkap dan membingungkan karena komunikan belum bisa menangkap seutuhnya. Berbeda jika kalimat berikut. “Tolong ambilkan pulpen.” Maka komunikan akan bisa memahami seutuhnya pesan komunikator.
Kedua, pesan yang disampaikan komunikator kepada komunikan hendaknya tidak berjeda. Pesan yang dikirimkan langsung disampaikan secara berkesinambungan. Jika pesan berjeda, misalnya disampaikan bagian awal, kemudian bagian berikutnya disusulkan beberapa menit kemudian misalnya, tentu akan membingungkan.
Mungkin kita punya pengalaman ada rekan yang mengirim pesan melalui WhatsApp misalnya satu pesan yang belum sempurna, kemudian baru dikirimkan kelanjutannhya pada beberapa menit kemudian, tentunya mengakibatkan komunikan tidak bisa langsung menangkap pesan pada kesempatan pertama. Dia perlu waktu sekian menit atau beberapa jeda waktu sampai menangkap pesan yang kedua baru bisa memahami keseluruhan isi pesan.
Ketiga, inti pesan hendaknya tidak berubah-ubah, atau konsisten. Inti pesan yang disampaikan komunikator kepada komunikan harus sama juga tidak bermakna ganda yang mengakibatkan salah tafsir.
Sebagai contoh, seorang ibu mengirim pesan kepada anaknya yang akan pulang dari kampus untuk membelikan satu kilogram telor. Setelah anak menjawab “Ok” misalnya, yang bermakna dia paham isi pesan sang ibu. Kira-kira 10 menit kemudian saat kemudian sang ibu merubah isi pesan dengan meralat jumlah telor yang awalnya satu kilo menjadi “eh, maaf, setengah kilo saja ya.” Si anak tidak sempat membuka gawainya hingga dia pergi ke toko dan kembali ke rumah. Sesampainya rumah, ibunya bertanya, “Lho, kok beli satu kilo, kan sudah tak bilang cukup setengah kilo.” Si anak merasa tidak ada perubahan instruksi karena tidak membaca ulang pesan dalam gawainya.
Ini beberapa ilustrasi untuk memahami betapa pentingnya kontinyuitas dan konsistensi pesan yang dikirimkan komunikator kepada komunikan agar menghadirkan proses komunikasi yang sempurna.
salam,
Ghifari Yuristiadhi